Ujung Kulon dan Kepulauan Krakatau bisa jadi terlupakan ditengah hingar bingar kota besar. Namun wilayah yang berada di ujung Pulau Jawa ini menyimpan eksotisme dan rahasia alam. Tempat ini juga salah satu warisan dunia yang dilindungi oleh UNESCO.
Apa yang terlintas di pikiran Anda ketika mendengar nama satwa badak bercula satu? Badak bercula satu memang identik dengan suatu wilayah, yakni Ujung Kulon. Di wilayah ini, terdapat Taman Nasional Ujung Kulon yang merupakan perwakilan ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah yang tersisa dan terluas di Jawa Barat, serta merupakan habitat yang ideal bagi kelangsungan hidup satwa langka, badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) dan satwa langka lainnya. Di Taman Nasional ini terdapat keanekaragaman satwa maupun tumbuhan dengan tiga tipe ekosistem, yaitu ekosistem perairan laut, ekosistem rawa dan ekosistem daratan.
Taman Nasional Ujung Kulon terletak di sebuah semenanjung di ujung barat Pulau Jawa, berdekatan dengan Pulau Peucang, Pulau Panaitan dan Krakatau. Perjalanan ke sana memakan waktu sekitar 3,5 jam dengan jarak tempuh kurang lebih 153 km dari Jakarta.
Ada dua cara untuk sampai ke tempat ini. Pertama, dengan jalan darat melalui Kecamatan Panimbang (batas timur taman nasional) menyusuri jalan propinsi. Kedua, lewat laut, menuju Pulau Peucang, Handeuleum dan Pulau Panaitan. Bagi wisatawan yang menyukai tantangan, tempat ini adalah alternatif yang sangat menarik. Tak hanya itu, di sini Anda dapat melakukan berbagai kegiatan sekaligus, mulai dari meneliti alam, belajar tentang satwa-satwa, hingga menelusuri sungai. Taman Nasional juga merupakan obyek foto yang sangat eksotis bagi Anda yang hobi fotografi. Ada beberapa lokasi yang bisa dikunjungi:
Tamanjaya dan Cibiuk.
Tempat ini merupakan pintu masuk utama Taman Nasional Ujung Kulon. Di sini terdapat pusat informasi, wisma tamu, dermaga dan sumber air panas Cibiuk. Jangan lewatkan juga jalan-jalan ke perkampungan tradisionalnya. Melihat adat istiadat masyarakat setempat akan menjadi kegiatan yang menarik.
Pantai Kalejetan, Karang Ranjang, Cibandawoh
Dari pantai ini Anda dapat melihat fenomena gelombang laut selatan dan pantai berpasir tebal. Anda juga dapat melakukan pengamatan pada tumbuhan dan satwa yang hidup di sana.
Pulau Peucang
Pantai pasir putih, terumbu karang dan perairan laut yang biru jernih di sini sangat ideal untuk berenang, menyelam, memancing, dan snorkeling. Pulau Peucang juga tempat yang pas untuk mengamati rusa di habitat alamnya.
Karang Copong, Citerjun, Cidaon, Ciujungkulon, Cibunar, Tanjung Layar dan Ciramea
Di tempat ini Anda dapat menjelajahi hutan, menyelusuri sungai, padang penggembalaan satwa, air terjun dan tempat penyu bertelur.
Pulau Handeuleum, Cigenter, Cihandeuleum.
Sangat cocok untuk melakukan pengamatan satwa seperti banteng, babi hutan, rusa, jejak-jejak badak Jawa, dan berbagai macam jenis burung. Wisatawan juga dapat menyelusuri sungai di ekosistem hutan mangrove.
Pulau Panaitan, dan Gunung Raksa
Lokasi yang pas untuk menyelam, berselancar dan wisata budaya. Di puncak Gunung Raksa terdapat patung Ganesha dan Shiwa yang terbuat dari batu gunung, peninggalan sejarah dari zaman Hindu. Untuk mencapai puncak Gunung Raksa dapat melalui jalan setapak dari Citambaya dan harus dikawal oleh petugas yang telah menguasai lapangan atau bersama juru kunci dari Desa Tamanjaya. Taman Nasional Ujung Kulon sangat diminati oleh wisatawan asing maupun domestik, karena tempat ini merupakan cagar alam yang dilindungi oleh dunia dan menyimpan kekayaan flora dan fauna yang sangat khas. Tak heran bila UNESCO menetapkan
Taman Nasional Ujung Kulon bersama Cagar Alam Krakatau sebagai aset nasional dan pada tahun 1992 ditetapkan sebagai World Heritage Site atau salah satu warisan dunia.
Kepulauan Krakatau, Wisata ke Kompleks Gunung Api
Pada awalnya, Cagar Alam Krakatau menjadi bagian dari Taman Nasional Ujung Kulon. Namun sejak tanggal 3 Mei 1990 melalui surat Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam, pengelolaan Cagar Alam Krakatau dialihkan ke BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Lampung. Status cagar alam menjadikan Kepulauan Krakatau sebagai pusat belajar.
Karena itu, kawasan ini cocok dikembangkan sebagai wisata pendidikan, mengingat kawasan ini merupakan laboratorium alami untuk mempelajari pengetahuan alam, geologi, vulkanologi dan biologi. Di sini pengunjung bisa meneliti berbagai gejala alam, seperti bagaimana terbentuknya pulau, gunung, hutan, dan lain sebagainya. Selain itu, keunikan dan eksotisme kawasan cagar alam ini sangat potensial dikembangkan untuk obyek wisata.
Posisi Kepulauan Krakatau persis terletak di pertemuan tiga daerah rawan gempa, yaitu Sumatera, Selat Sunda dan Jawa. Posisi unik itu menjadikan kawasan Kepulauan Krakatau sebagai kawasan cagar alam laut dengan kekhasan tersendiri, terutama jika dilihat dari perkembangan ekologi dan geologi. Dari sebuah gunung berapi yang meletus dahsyat pada tahun 1883, lahir gugusan pulau yang terdiri dari Pulau Gunung Anak Krakatau, Pulau Krakatau Besar (Rakata), Pulau Krakatau Kecil (Panjang) dan Pulau Sertung. Sekitar tahun 1980-an Anak Krakatau kadang-kadang masih tertutup air saat gelombang pasang. Tapi sekarang tingginya sudah mencapai 560 meter. Sungguh menakjubkan.
Bagi yang senang mendaki gunung, Krakatau menyajikan pemandangan gunung di tengah lautan yang menakjubkan. Wisatawan dapat menikmati udara gunung yang bercampur dengan udara laut yang segar. Tempat ini sangat cocok untuk mereka yang senang berolahraga gunung dan suasana laut. Semburat sinar matahari yang semakin memudar, membentuk panorama sunset seiring dengan aktivitas nelayan di sekitar perairan Ujung Kulon dan Krakatau. Hal ini menambah indah pemandangan bak lukisan siluet. Berbagai pengalaman menarik bisa didapatkan di warisan dunia ini. Interaksi yang terjalin dengan flora dan fauna penghuni habitat di sekitarnya semoga semakin menumbuhkan kepekaan dan cinta terhadap lingkungan alam.
Trimakasih infonya ,emang jawa barat banyak sekali objek wisatanya, ada Objek Wisata di Pandeglang dan lainya...
BalasHapusterima kasih infonya..Kenali dan Kunjungi Objek Wisata di Pandeglang moratmarit
BalasHapus