Anak Anda tiba-tiba berubah drastis menjadi sosok yang tidak dikenal. Perilakunya cenderung tidak semanis dulu. Kedekatan dengan Anda pun kini mulai berjarak.
Bila tanda-tanda tersebut mulai Anda temui, kemungkinan besar anak Anda tengah mengalami masa pubertas. Apakah pubertas itu? Pubertas adalah fase peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa yang ditandai dengan beberapa perubahan fisik, perubahan perasaan, pergaulan, pikiran dan perilaku. Pada fase ini anak sering merasa bermasalah dengan dirinya maupun dengan orang di sekitar. Maka wajar jika di awal pubertas kesabaran orangtua seringkali diuji oleh perilaku anak yang sulit diterima. Oleh karena itu, dalam menghadapi anak yang menginjak puber tentunya dituntut perubahan pada pola asuh orangtua.
Beberapa hal yang perlu dilakukan adalah:
1. Kenali dan pahami perubahan anak.
Pertama kali yang harus dilakukan orangtua adalah memahami dorongan dalam diri anak. Kenalilah perubahan-perubahan yang terjadi, baik fisik maupun mental. Perubahan fisik pada anak perempuan ditandai dengan menstruasi pertama, sementara anak laki-laki dengan pengalaman mimpi basah dan pita suara yang mulai pecah. Masa pubertas seringkali membentuk sikap anak yang lebih emosional. Mereka sudah mulai mengalami kasmaran, berperilaku genit, introvert atau bahkan menjadi pemberontak kecil. Maka, orangtua sebaiknya memperhatikan kebutuhan anak untuk didengar dan diterima. Pahami juga bahwa perubahan itu alamiah terjadi karena seiring dengan perkembangan kejiwaannya, jadi Anda tidak perlu panik dan dapat tetap bersikap tenang.
2. Dengarkan dan hargai pendapatnya.
Setiap orang tentu ingin pendapatnya selalu didengar. Begitu pula dengan anak. Sejalan dengan emosi yang meningkat, keinginannya untuk didengar juga semakin tinggi. Untuk itu, jadilah pendengar yang baik. Simak dan hargailah pendapatnya. Jangan menganggap anak belum pantas bicara soal hal-hal sensitif seperti cinta, pacaran, seks dan sebagainya. Justru keterbukaan merupakan kesempatan yang baik untuk merekatkan kebersamaan Anda dan anak, sekaligus memantau pergaulannya di luar.
3. Bersahabatlah dengan anak.
Orangtua juga bisa berperan sebagai sahabat bagi anak. Jangan karena Anda adalah orang yang melahirkan dan membesarkannya, lalu merasa diri selalu paling benar. Sikap seperti malah akan menjauhkan Anda dengannya. Bahkan kadang hal inibisa memicu anak untuk memberontak. Percayalah, kalau anak diajak bicara baik-baik pasti ia akan mendengarkan juga.
4. Tumbuhkan rasa percaya
Untuk menumbuhkan rasa percaya anak, Anda perlu membukakomunikasi sebesar-besarnya. Ketika anak sudah mulai percaya, tentu mereka tak akan berbohong. Bahkan mereka bisa bicara apa saja yang dialami tanpa harus ditanya. Rasa percaya ini akan semakin mudah terbina bila hubungan antara anak dan orangtua diwarnai persahabatan. Namun untuk menuju ke arah itu memanglah tidak mudah. Anda baiknya bisa menekan ego dan otoritas. Untuk meningkatkan kepercayaan anak, Anda juga jangan mudah mengomentari perubahan yang terjadi padanya seperti, “Sudah mulai suka dandan nih? Ganjen deh kamu.” atau ”Kecil-kecil sudah main cinta-cintaan!” Komentar-komentar tersebut tentu membuat anak minder dan menjauh dari orangtua. Selain itu, meskipun ia masih tetap anak-anak, namun rasa kedewasaannya sudah ingin diakui. Maka, janganlah lagi perlakukan ia sebagai “si anak manis” kesayangan Anda.
Bila tanda-tanda tersebut mulai Anda temui, kemungkinan besar anak Anda tengah mengalami masa pubertas. Apakah pubertas itu? Pubertas adalah fase peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa yang ditandai dengan beberapa perubahan fisik, perubahan perasaan, pergaulan, pikiran dan perilaku. Pada fase ini anak sering merasa bermasalah dengan dirinya maupun dengan orang di sekitar. Maka wajar jika di awal pubertas kesabaran orangtua seringkali diuji oleh perilaku anak yang sulit diterima. Oleh karena itu, dalam menghadapi anak yang menginjak puber tentunya dituntut perubahan pada pola asuh orangtua.
Beberapa hal yang perlu dilakukan adalah:
1. Kenali dan pahami perubahan anak.
Pertama kali yang harus dilakukan orangtua adalah memahami dorongan dalam diri anak. Kenalilah perubahan-perubahan yang terjadi, baik fisik maupun mental. Perubahan fisik pada anak perempuan ditandai dengan menstruasi pertama, sementara anak laki-laki dengan pengalaman mimpi basah dan pita suara yang mulai pecah. Masa pubertas seringkali membentuk sikap anak yang lebih emosional. Mereka sudah mulai mengalami kasmaran, berperilaku genit, introvert atau bahkan menjadi pemberontak kecil. Maka, orangtua sebaiknya memperhatikan kebutuhan anak untuk didengar dan diterima. Pahami juga bahwa perubahan itu alamiah terjadi karena seiring dengan perkembangan kejiwaannya, jadi Anda tidak perlu panik dan dapat tetap bersikap tenang.
2. Dengarkan dan hargai pendapatnya.
Setiap orang tentu ingin pendapatnya selalu didengar. Begitu pula dengan anak. Sejalan dengan emosi yang meningkat, keinginannya untuk didengar juga semakin tinggi. Untuk itu, jadilah pendengar yang baik. Simak dan hargailah pendapatnya. Jangan menganggap anak belum pantas bicara soal hal-hal sensitif seperti cinta, pacaran, seks dan sebagainya. Justru keterbukaan merupakan kesempatan yang baik untuk merekatkan kebersamaan Anda dan anak, sekaligus memantau pergaulannya di luar.
3. Bersahabatlah dengan anak.
Orangtua juga bisa berperan sebagai sahabat bagi anak. Jangan karena Anda adalah orang yang melahirkan dan membesarkannya, lalu merasa diri selalu paling benar. Sikap seperti malah akan menjauhkan Anda dengannya. Bahkan kadang hal inibisa memicu anak untuk memberontak. Percayalah, kalau anak diajak bicara baik-baik pasti ia akan mendengarkan juga.
4. Tumbuhkan rasa percaya
Untuk menumbuhkan rasa percaya anak, Anda perlu membukakomunikasi sebesar-besarnya. Ketika anak sudah mulai percaya, tentu mereka tak akan berbohong. Bahkan mereka bisa bicara apa saja yang dialami tanpa harus ditanya. Rasa percaya ini akan semakin mudah terbina bila hubungan antara anak dan orangtua diwarnai persahabatan. Namun untuk menuju ke arah itu memanglah tidak mudah. Anda baiknya bisa menekan ego dan otoritas. Untuk meningkatkan kepercayaan anak, Anda juga jangan mudah mengomentari perubahan yang terjadi padanya seperti, “Sudah mulai suka dandan nih? Ganjen deh kamu.” atau ”Kecil-kecil sudah main cinta-cintaan!” Komentar-komentar tersebut tentu membuat anak minder dan menjauh dari orangtua. Selain itu, meskipun ia masih tetap anak-anak, namun rasa kedewasaannya sudah ingin diakui. Maka, janganlah lagi perlakukan ia sebagai “si anak manis” kesayangan Anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar